(13/1/2012) Pertumbuhan low-cost carrier di Indonesia saat ini terlihat sangat pesat. Persaingan di segmen ini terjadi antara Lion/Wings Air, Citilink, Indonesia AirAsia, dan Mandala. Masing-masing maskapai berlomba-lomba mendatangkan armada-armada baru dalam jumlah besar untuk melakukan ekspansi.
Persaingan maskapai full service nantinya juga tidak kalah hebat. Segmen full service saat ini dikuasai oleh Garuda Indonesia. Pada sembilan bulan pertama 2012, maskapai ini berhasil mengangkut 10,2 juta penumpang domestik. Jumlah ini tumbuh sebesar 16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011.
Tahun ini Garuda Indonesia akan mendapatkan tantangan dari beberapa maskapai. Tantangan terbesar datang dari Batik Air yang merupakan anak perusahaan Lion Air. Kalau tidak ada halangan, Batik akan diluncurkan pada Mei 2013 bermodalkan armada Boeing 737-900ER yang dikonfigurasi dalam dua kelas.
Lion Air telah menyiapkan 10 Boeing 737-900ER untuk Batik Air sebagai tahap awal operasi. Jumlah ini tentu saja akan terus meningkat dari tahun ke tahun, apalagi Lion memiliki pesanan 408 unit Boeing 737 dan baru menerima 80 di antaranya. Bahkan baru-baru ini Lion juga dikabarkan memesan lebih dari 200 Airbus A320NEO.
Peluncuran Batik Air untuk segmen maskapai full service ini dipandang sebagai balasan Lion kepada Garuda Indonesia karena perusahaan plat merah tersebut mencoba mengambil pasar penerbangan murah yang telah dikuasai Lion dan Wings Air melalui Citilink.
Beberapa pihak mengatakan bahwa peluncuran Batik Air tidak akan memberikan dampak yang besar kepada Garuda karena maskapai ini telah memiliki pelanggan loyal, termasuk pelanggan korporat, dan jaringan agen yang luas.
Maskapai yang terkena dampak besar dengan adanya Batik Air adalah Sriwijaya Air yang berada di segmen kelas menengah. Dalam menghadapi ancaman ini, Sriwijaya Air akan meluncurkan maskapai tandingan yang bermain di segmen full service bernama Nam Air untuk bertarung dengan Garuda dan Batik Air.
Nam Air rencananya diluncurkan pada semester kedua 2013. Nam Air diposisikan sebagai maskapai premium dengan dua kelas (ekonomi dan bisnis) yang menyediakan makanan berat (hot meals) pada kedua kelas, sedangkan Sriwijaya hanya menyediakan makanan ringan (snack). Tujuannya adalah agar kedua brand dapat beroperasi berdampingan pada rute-rute utama dan beberapa rute regional yang memiliki permintaan tinggi untuk layanan premium.
Untuk armada Nam Air, Sriwijaya sedang bernegosiasi dengan Embraer untuk mendatangkan E-190. Namun sumber perusahaan mengatakan bahwa rencana ini masih tentatif, Nam Air bisa saja mengoperasikan E-190 dan 737-800 sekaligus. Sementara kesepakatan pembelian E-190 belum bisa ditentukan, Nam Air bisa memulai layanan dengan 737-800.
Selain itu, Express Air sejak diakuisisi oleh PT ANI juga melakukan rebranding sebagai maskapai full service dengan mengandalkan Boeing 737-200/300/500 dan Dornier 328 dalam operasinya. Express Air mengkonfigurasi pesawatnya dalam dua kelas dan menyediakan makanan berat (hot meals) pada penerbangannya. Maskapai yang lebih banyak fokus pada rute-rute di Indonesia Timur ini juga dikabarkan akan mendatangkan beberapa Boeing 737 Next Generation dalam beberapa waktu ke depan untuk melakukan ekspansi.
Persaingan yang akan semakin kompetitif antar maskapai penerbangan full service ini tentu saja sangat menguntungkan bagi penumpang. Penumpang akan berikan banyak pilihan maskapai dengan produk-produk terbaik dengan harga yang kompetitif pula.