2013-02-06

Kementerian Perhubungan Perketat Persyaratan Izin Bagi Maskapai Baru

maskapai penerbangan Indonesia

(7/2/2013) Pada tanggal 30 Januari 2013 lalu maskapai penerbangan Batavia Air dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Hal ini mengakibatkan banyak penumpang terlantar, travel agent merugi, dan para karyawan kehilangan pekerjaan. Untuk mengantisipasi agar hal ini tidak terulang lagi, Kementerian Perhubungan akan memperketat persyaratan bagi maskapai baru untuk memperoleh izin operasi.

Djoko Murjatmodjo, Direktur Angkutan Udara di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, mengatakan bahwa dalam bisnis transportasi udara harus berhati-hati dalam mengelola perusahaan mereka karena bisnis ini memerlukan biaya besar, persaingan ketat, memerlukan teknologi canggih, dan sumber daya manusia yang berkualitas.

Batas modal minimum tergantung pada jenis bisnis penerbangan yang akan dijalani. Misalnya untuk penerbangan tidak berjadwal atau charter, maskapai penerbangan harus mengoperasikan setidaknya satu pesawat dengan status milik dan dua pesawat dengan status sewa. Sedangkan untuk maskapai penerbangan berjadwal, diwajibkan untuk mengoperasikan minimal 10 pesawat dengan ketentuan lima pesawat berstatus milik dan lima pesawat lainnya boleh berstatus sewa.

Meskipun izin mendirikan maskapai baru akan diperketat, Departemen Perhubungan tidak akan membatasi perusahaan baru yang mengajukan izin. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti mengatakan bahwa setiap orang diperkenankan mengajukan izin, termasuk untuk maskapai penerbangan berbiaya rendah.

Beberapa maskapai baru berencana beroperasi di Indonesia, termasuk Batik Air yang sedang menunggu Air Operator Certificate (AOC) atau izin terbang keluar. Maskapai lain, Nam Air, yang merupakan anak perusahaan Sriwijaya Air baru saja memperbarui rencana bisnis dan mengajukannya ke Kementerian Perhubungan. Dua maskapai lain, Jatayu Airlines dan Kartika Airlines, belum menunjukkan bukti modal yang dimiliki.

Kementerian Perhubungan juga melaporkan bahwa ada beberapa investor asing dari Singapore, Hong Kong, Malaysia, dan Eropa yang tertarik dalam bisnis penerbangan di Indonesia. Namun hingga kini belum ada satupun yang mengajukan aplikasi permohonan izin ke Kementerian Perhubungan.